Stan Fashion juga tak kalah menarik perhatian pengunjung Expo FIKSI 2019. Beragam jenis produk fashion dipamerkan peserta, mulai dari kaos, batik bercorak, perhiasan seperti kalung dan gelang, dan pembuatan tas yang mendominasi produk dari bidang fashion. Tiap pengunjung satu per satu menjajal beragam produk fashion karya peserta.
“Bidang fashion tahun ini lebih banyak produk tas daripada pakaian. Para peserta lebih senang membuat tas dibandingkan baju. Mungkin pertimbangannya kalau menjual tas lebih cepat daripada baju. Hal menarik dan positif dari penilaian juri adalah peserta fiksi bidang fashion lebih banyak mempertimbangkan unsur-unsur di lingkungannya mereka seperti mengangkat potensi alamnya yang kemudian dimanfaatkan menjadi produksi fashionnya.†Ujar juri fashion, Ir. Siti Kusuma Nugrahemi dari Islamic Fashion Institute.
Tim juri lain juga menilai, dari sisi penggunaan bahan dan cara produksinya sudah lebih bagus dan meningkat dari tahun sebelumnya. “Kami sudah sepakat untuk menilai dari sisi wirausahanya dan nilai bisnisnya. Jadi kami melihat peserta sudah berjalan bisnisnya dan sudah bekerjasama dengan pengrajin, sudah pernah menjual dan memasarkan produknya juga. Jadi peserta bidang fashion tahun ini benar-benar sudah siap untuk produksi dan dipasarkan. Bahkan diantaranya sudah pernah ikut pameran atau bazar untuk menjual. Berbeda dengan tahun lalu dimana tidak semua peserta menyertakan produknya, karena masih ada yang berupa sebatas konsep atau prototype-nya saja.†Jelas Irfa Rifaah dari Sekolah Tinggi Teknologi Textil Bandung.
Tim Juri Bidang Fashion sedang melakukan penilaian
Yosephin Sri Ningsih memberikan masukan kepada peserta agar dapat memasukkan anggaran biaya ide (design) pada produk fashion mereka. “Sebagian peserta saya lihat masih kurang memperhatikan faktor itu, padahal berbicara masalah ide design itu mahal. Mereka tidak memperhitungkan itu, biaya design dianggap free hanya menghitung biaya material, biaya tukang, dsb. Padahal ide itu adalah slot pekerjaan tersendiri sebagai designer dan dari ide design itulah pemasukan yang seharusnya mereka dapatkan. Mendapatkan ide-ide itu juga kan tidak gratis, mereka harus belajar. Jadi untuk ke depan sebaiknya guru-guru pembina dapat mengedukasi mereka akan pentingnya nilai dari sebuah ide.†Tegas Yosephin.
Salah satu stan fashion yang ramai dikunjungi adalah milik Larashati Eka Cahrisma dan Siti Nur Jannah dari SMAN I Kretek Yogyakarta. “Saya prihatin dengan limbah sawah yang berserakan dan hanya dibakar, lalu timbullah ide untuk memanfaatkaan limbah sawah ini dan kebetulan ada event FIKSI 2019. Kami pun membuat inovasi Ecoprint dari limbah sawah ini,†cerita Larashati tentang awal niatnya membuat produk.
Larashati Eka Cahrisma dan Siti Nur Jannah dari SMAN I Kretek Yogyakarta dengan Batik Ecoprint
Laras dan Siti membuat batik Ecoprint yang motifnya berasal dari limbah sawah di perkampungan mereka dengan menggunakan cap dedaunan, salah satunya adalah daun talo, mereka juga berinovasi dengan jumputan. Untuk proses produksinya mereka bekerja sama dengan alumni SMK yang ada didaerah Sanden jurusan tata busana untuk menjahit. “Kami melihat produk fashion peserta fiksi lainnya juga bagus-bagus. Tapi kami tetap yakin dan percaya diri kalau produk kami ini tidak kalah menarik karena jarang di temukan dan juga mengangkat kearifan budaya lokal yang ada di Bantul.†Tambah Siti.
Teks : Rinda
Foto : Bernard
Penulis |  :  | |
Editor |  :  | l0wtun3 |
Dilihat |  :  | 701 kali |
Materi pemahaman akan semangat kebhinekaan perdamaian dan non diskriminasi dalam Pembinaan Kerohanian tingkat SMA 2019